Skip to main content

Mengecat Rambut

Referensi tentang digunakannya hinnā, bahan mengecat yang paling lazim di Arab, terdapat sangat banyak dalam syair pra-Islam. Praktek mengecat atau mewarnai rambut sudah dikenal sejak masa Rasulullah SAW. Apabila kita membaca syair-syair yang dikumpulkan oleh Abū Hānifah ad-Dināwarī, sebagian besar dari referensi di dalam syair-syair kuno itu, bahan-bahan cat seperti hinnā lebih sering digunakan untuk mengecat kuku jari tangan dan kaki, demikian juga bagian-bagian pada tangan dan kaki. Adat kebiasaan ini masih berlaku, dan dengan indahnya dilukiskan di dalam tulisan Lane Mesir abad ke-19. Tetapi di tempat lain kita bisa dapati referensi tentang hinnā sebagai bahan yang digunakan untuk mengecat rambut. Hinnā juga digunakan untuk hal lain seperti untuk membuat semacam minyak wangi, karena konon katanya bunga dari hinnā itu sangat harum. Bunga ini bernama fagiyah, nama ini digunakan secara khusus untuk menyebut bunga hinnā, dari bunga inilah dibuat semacam minyak wangi. Uraian tersebut di atas menjelaskan kepada kita bahwa membicarakan kebiasaan mengecat di dalam Islam masa purba mengharuskan kita untuk juga membedakan adanya bermacam-macam bahan pewarna itu; dari tumbuhan apa diperoleh, warna apa yang diperbolehkan dan bahan-bahan pewarna apa lagi lainnya yang digunakan, baik untuk rias maupun mewarnai pakaian.

Dalam konteks masyarakat Kristen Siria, belum ditemukan petunjuk jelas satu pun, apakah mereka menentang atau justru menyetujui adat kebiasaan tersebut. Seorang penyair Kristen, Al-Akhtal berpendapat bahwa tidak ada perlunya mengecat rambut atau janggut yang putih. Orang-orang Yahudi terkadang mengecat rambut mereka, meskipun hadist Nabi “… orang laki-laki janganlah mengenakan pakaian orang perempuan” riwayat Abu Daud dengan jelas mencegah orang laki-laki mengecat rambut seperti halnya orang perempuan. Beda halnya dengan orang Persia dari kerajaan Sasan yang agaknya mereka menyukai kebiasaan mengecat rambut itu. Warna putih dipandang sama dengan tak berwarna berarti umur tua yang memuakkan’. Walaupun di dalam kitab-kitab Avesta atau Zoroaster umumnya referensi tentang mengecat rambut itu tidak bisa dilacak, namun bangsa Persia baik yang kuno maupun yang modern pada umumnya dilukiskan sebagai orang-orang yang suka mengecat rambut. Romawi kuno para penyair biasa mengecat rambut mereka pirang, apabila kekasih mereka berambut demikian. Akhirnya di Mesir koptik rambut putih atau ubanan bisa juga disebut rambut yang harus dibuat hitam. Allah berfirman:

Artinya: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu... (QS. Al-Ahzab : 33)

Berdasarkan adanya keterangan-keterangan tentang kebiasaan ini di dalam syair-syair pra-Islam seperti tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa mengecat rambut merupakan kebiasaan yang cukup dikenal di Arabia pra-Islam. Tetapi oleh karena sedikitnya alat-alat pewarna yang seringkali harus diimpor dari luar negeri, menyebabkan kebiasaan itu dipraktikan secara terbatas saja. Selanjutnya, bahwa kebiasaan itu memang sudah dikenal di Semenanjung, hal ini bisa disimpulkan dari praktik yang mungkin telah dikenal di mana-mana oleh masyarakat-masyarakat di sekitar semenanjung itu. Namun demikian, meskipun hinnâ mungkin merupakan tumbuhan semak biasa, tetapi syibāb- syibāb-nya, seperti katam pada umunya tidak demikian. Bukankah alat yang dicampur dengan suatu syibāb yang menghasilkan warna hitam atau setidak-tidaknya warna gelap jauh lebih populer bagi orang yang ingin menyembunyikan warna ubanan atau putih mereka, dari pada keinginan untuk mengecatnya dengan warna kuning atau orange dengan keadaan mereka yang terbiasa menjadi beruban. Maka mungkin kesimpulannya adalah hinnā digunakan secara hemat karena jarang adanya, dan bahan pewarna ini bagaimanapun juga jarang dicampur dengan bahan penggelap warna. Perkiraan-perkiraan demikian kiranya juga didukung oleh laporan-laporan awā’il (nilai sejarah dari berita-berita) yang ada. Sebuah laporan awā’il (nilai sejarah dari berita-berita) melukiskan diperkenalkannya kebiasaan mengecat rambut putih pada masa awal Islam. Tak lama sesudah Mekah ditaklukkan, ayah Abū Bakar, Abū Quhafah, lelaki dengan rambut dan janggut seputih bunga ṡagāmah dihadapkan kepada Muhammad. Diberitakan bahwa Nabi Muhammad berkata ketika itu: Ubahlah (uban) ini, asalkan jangan menggunakan cat hitam. Lalu orang pun mengecat rambut dan janggut Abū Quhafah dengan warna merah.

Hadits tersebut memberikan penjelasan bahwa Nabi menuntut supaya cat hitam tidak dipergunakan, namun Nabi cenderung memilih kepada sesuatu yang dibuat dari hinnā, meskipun tanpa menyebutkannya secara langsung. Sedangkan adanya perintah Nabi kepada Abū Quhafah agar dia bersedia mengecat rambutnya dengan anjuran untuk memilih bahan cat berwarna orange daripada warna hitam dapat diartikan sebagai tindakan tegas Nabi untuk menegur dan menunjukan kekuasaanya terhadap seseorang yang beberapa saat lalu meruapakan salah seorang di antara musuh-musuhnya di Mekkah.

SUMBER :
  • Abū Hanīfah Ad-Dīnawari, Kitab An-Nabāt, (Wiesbaden ,1974)
  • G.H.A. Juynboll, Mengecat Rambut dan Janggut dalam Islam Masa Awal: Studi Analisis Hadits.(Jakarta:Inis, 1993)
  • Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadis, (Jakarta: PPPA Darul Qur’an, 2010)

Comments

Popular posts from this blog

Titik perbedaan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf

Pengertian Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf Ilmu kalam Secara harfiyah, ‘kalam berarti pembicaraan atau perkataan. Dari segi etimologis, perkataan ilmu kalam terdiri atas dua kata, yaitu ‘ilmu’ dan ‘kalam’. Ilmu yang berati pengetahuan, sedangkan kalam yang berarti perkataan, percakapan, dan firman. Ilmu kalam ini digunakan sebagai istilah ilmu yang membahas atau membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah islam, yaitu tentang wujud tuhan dan sifat-sifat yang memungkinkan ada pada-Nya, membicarakan para Rasul Tuhan untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang tidak mungki ada padanya. Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam tersebut biasanya mengarah sampai perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar dan argumentasi, baik argumentasi rasional(aqliyah) maupun naqliyah. Filsafat Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti ci

Perbedaan Sistem Pendidikan Islam Dengan Sistem Pendidikan Non Islam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar manusia untuk memulai hidup, sehingga menjadi komitmen bersama bahwa pendidikan sangat mempunyai peran yang luhur dan agung. Sifat yang agung ini ditunjukkan dari peran pendidikan yang dipahamai sebagai pemberian bekal peserta didik untuk menghadapi masa depannya. Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya salah satu lirik lagunya menekankan “bangunlah jiwanya, bangunlah raganya” ini terbukti secara konsuntif pendidikan sangan dibutuhkan. Pendidikan merupakan proses untuk mendewasakan manusia atau kata lain pendidikan merupakan untuk “memanusiakan manusia” Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara normal dan sempurna sehingga dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari perilaku buruk menjadi tabiat yang baik, pendidikan mengubah semuanya. Begitu penting Pendidikan dalam Islam, sehingga menjadi kewajiban perorangan. Pendidik

Titik persamaan Ilmu Kalam,Filsafat dan Tasawuf

Pengertian Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf Ilmu kalam Secara harfiyah, ‘kalam berarti pembicaraan atau perkataan. Dari segi etimologis, perkataan ilmu kalam terdiri atas dua kata, yaitu ‘ilmu’ dan ‘kalam’. Ilmu yang berati pengetahuan, sedangkan kalam yang berarti perkataan, percakapan, dan firman. Ilmu kalam ini digunakan sebagai istilah ilmu yang membahas atau membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah islam, yaitu tentang wujud tuhan dan sifat-sifat yang memungkinkan ada pada-Nya, membicarakan para Rasul Tuhan untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang tidak mungki ada padanya. Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam tersebut biasanya mengarah sampai perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar dan argumentasi, baik argumentasi rasional(aqliyah) maupun naqliyah. Filsafat Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti ci

RUANG LINGKUP ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

MAKALAH ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah : ANALISIS KEBIJAKAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER Disusun oleh: FEBRI HUSANDRA NIM: 211 017 014 AHMADI NIM: 211 017 014 Dosen pembimbing: Dr. HASRINAL, M.Pd NIP. 19680527 199803 1 001 MAHASISWA PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI TAHUN AKADEMIK 2018/2019 KATA PENGANTAR Pujisyukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua termasuk penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan, dalam hal ini penulis menyusun makalah yang berjudul ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada kekasih Allah serta suri tauladan bagi umat islam yaitu Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman jahiliah ataupun zaman kebodohan ke zaman islamiah yang penuh d

Doktrin Doktrin Aliran Jabariyah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak awal permasalahan teologis dikalangan umat Islam telah terjadi perbedaaan dalam bentuk praktis maupun teoritis. Perbedaan tersebut tampak melalui perdebatan dalam masalah kalam yang ahirnya menimbulkan berbagai aliran-aliran dalam Islam. Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang diperdebatkan bukanlah akidah-akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya, melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah, Al-Qur’an itu baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Pebedaan tersebut ahirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam bab ini kita akan membahas sedikit banyak tentang aliran Qodariyah dan Jabariyah yang juga timbul akibat dari adanya permasalahan-permasalahan kalam. B. RUMUSAN MA
//ofgogoatan.com/afu.php?zoneid=3310914